30 Nov 2010

KULIAH OH KULIAH

Alarm menghentak, tercium bau ketiak lengan kanan bercampur aroma menyengat dari kaos oblong yg terpasang dibadan. Beranjak dari kasur menuju cermin persegi panjang dan mulai menghitungi jenggot yang cuma segelintir bak hutan tandus.

Sambil memicingkan mata, terucap "Ah,kuliah nih hari ini..". 3 menit berlalu lalu mulai merogoh seragam lusuh dan sepasang sepatu converse yang telah berulang kali dihantam stapless guna menambal lubang-lubang ventilasi yang secara ajaib tercipta akibat traksi dengan jemari kaki.

Bergerak menuju kampus sambil membusungkan dada serta kepala mendongak keatas. Ditemani tas kanvas super mini berisi peralatan akademik ala kadarnya,sebatas pengobat rasa was-was. Muka suram terkantuk-kantuk dengan kantung menghitam melingkari bagian bawah mata akibat sisa-sisa perjuangan semalam.

Kata orang, mandi itu menyehatkan. Namun tatkala mandi juga menjadi sebuah kegiatan pembunuh waktu yang sangat masif, mandi pula yang menjadi musuh dari para penempuh jalan pintas. Adalah seorang sahabat berujar. "Mandi hanya untuk orang yang kotor!!". Dengan tekad bulat meyakinkan diri bahwasanya, aku hari ini terlahir super bersih. Pikirku, dengan ini, sedikit banyak sudah berhasil kuaplikasikan semboyan-semboyan yang dengan lantang sering diteriakkan oleh para aktifis lingkungan. Save the water, save the earth.

Kemungkinan besar hal ini yang menyebabkan mulai menjauhnya kerumunan sahabat disertai lirikan sinis tertuju kearah tumpukan rambut tebal berminyak dengan butiran putih halus bak salju saat badai katrina.

Melangkah menuju lobby gedung kuliah. Lobby tampak sunyi senyap. Kupandang arloji sambil berdecak heran. Dengan sedikit bertanya-tanya mulai kuhampiri pintu kelas.

Dan kelas kosong.
Tersentakku saat memandang angka pada kalender didinding dekat papan tulis.
Warnanya merah merona.

25 Nov 2010

ALAY

Alay, kampungan, norak, abnormal, ndeso. Sepotong kata yang bisa dibilang cukup ngetrend akhir-akhir ini. Suatu cap untuk sejumlah orang maupun individu yang berpenampilan berbeda. Serta merta kata alay inipun meluas maknanya hingga menjadikan sifat dan perilaku sebagai objeknya.

Adalah misteri tentang bagaimana dan kapan ungkapan alay ini tercetus.
Bukan bermaksud bersikap skeptis, namun tidakkah masyarakat terlalu berlebihan?
Dari dulu entah mengapa hal ini mampu mengetuk pikiran liar saya.

Apakah
trend selalu disamakan dengan penyeragaman? Apa ada yang salah dengan menjadi
berbeda dan orisinal?
Cih...

Saya justru berbangga dengan meraka yang tidak mencoba untuk membekukuan persepsi. Disaat semua orang dengan seenaknya bisa menginjak-injak privasi dan kebebasan berekspresi.
Dan sekali lagi, kita mencap mereka sebagai alay, apatis, atau apapun itu.

Siapa sebenarnya kita?

Apakah kita sudah lebih suci dan lebih benar sehingga merasa mampu menjadi polisi-polisi moral yang dengan seenaknya bisa memberikan kasta maupun simbol sosial bagi seseorang?
Persetan dengan
trend.

Saat
trend dijual secara masif kepada kita, dipaksakan secara tidak sadar dan menjadikan kita menjadi sesuatu yang bukan kita, atau kasarnya membodohi kita, artinya ada sesuatu yang salah.
Shit, dunia begitu membosankan bila semua orang sama, dengan trend yang disuapi paksa kemulut kita.

Dimana letak kebebasan berekspresi? Punahkah?
Banggalah menjadi diri sendiri.
Ingat! Jangan menjadi hipokrit yang selalu memupuk kebodohan.

Alangkah nikmatnya dunia ini jika kita bisa saling menghargi aspirasi sekitar kita.




Cheers.
Edeg!